LAPORAN HUKUM KURBAN DAN DAHLIL – DAHLILNYA
Disusun oleh :
Lia Wijayanti
Xi ipa 1
Sman 1 Purwakarta
Kata Pengantar
Segala puji hanya milik Allah SWT. Shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada Rasulullah SAW. Berkat limpahan dan rahmat-Nya saya mampu menyelesaikan tugas makalah ini guna memenuhi tugas mata kuliah Agama Islam.
Agama sebagai sistem kepercayaan dalam kehidupan umat manusia dapat dikaji melalui berbagai sudut pandang. Islam sebagai agama yang telah berkembang selama empat belas abad lebih menyimpan banyak masalah yang perlu diteliti, baik itu menyangkut ajaran dan pemikiran keagamaan maupun realitas sosial, politik, ekonomi dan budaya.
Dalam penyusunan tugas atau materi ini, tidak sedikit hambatan yang saya hadapi. Namun saya menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan materi ini tidak lain berkat bantuan, dorongan, dan bimbingan orang tua dan Bapak/Ibu Guru, sehingga kendala-kendala yang saya hadapi teratasi.
Makalah ini disusun agar dapat memperluas ilmu tentang “Hukum Kurban dan Ketentuan Dahli-dahlinya”, yang saya sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber informasi, referensi, dan berita. Makalah ini di susun oleh saya dengan berbagai rintangan. Baik itu yang datang dari diri saya maupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari Allah akhirnya makalah ini dapat terselesaikan.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan menjadi sumbangan pemikiran kepada pembaca khususnya para pelajar. Saya sadar bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jau dari sempurna. Untuk itu, kepada Bapak/Ibu Guru pembimbing saya meminta masukannya demi perbaikan pembuatan makalah saya di masa yang akan datang dan mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………………………..………………………………………………………2
DAFTAR
ISI...............……………………………………………………………………………………………3
BAB
I PENDAHULUAN……………………………………………………………………………………….4
A.RUMUSAN MASALAH…………………..………………………………………………………4
B.TUJUAN……………….……………………………………………………………………………….4
BAB
II PEMBAHASAN……………..………………………………………………………………………….5
A.PENGERTIAN
KURBAN………………………………………………………………………….5
B.HUKUM
KURBAN………………………………………………………………………………….6
C.KETENTUAN KURBAN……………………………………………………………………………9
a) WAKTU
DAN TEMPAT KURBAN………..………………………………………….9
b) HEWAN
KURBAN………..………………………………………………………….....12
c) JENIS
DAN SYARAT HEWAN KURBAN………………………………………….13
D.TATA CARA MENYEMBELIH HEWAN KURBAN……………………………………14
E.DAHLIL-DAHLIL KURBAN DALAM
AL-QUR’AN……………………………………..15
F.KEUTAMAAN
KURBAN……………………………………………………………………….16
BAB
III PENUTUP…………………………………………………………………………………………….…17
A.KESIMPULAN………………………………………………………………………………………17
KATA
PENUTUP……………………………………………………………………………......................18
DAFTAR
PUSTAKA……………………………………………………………………………………………..19
LAMPIRAN-LAMPIRAN……………………………………………………………………………………..20
BAB
I
pendahuluan
A.Rumusan Masalah.
1. jelaskan hukum kurban !
2. jelaskan tentang ketentuan ketentuan
dahli dahli kurban !
B. Tujuan
Tujuan
saya membuat makalah ini untuk memenuhi tugas yang diberikan bapak/ibu guru.
Dengan saya membuat makalah ini saya dapat saya menambah informasi tentang
agama saya, dan bisa memahami tentang “Kurban”. Semoga makalah ini bermanfaat
bagi siapa saja yang membacanya.
BAB II
Pembahasan
A.Pengertian Kurban
Kurban berasal dari bahasa Arab yaitu al-udhhiyyah dan adh-dhahiyyah yang
berarti binatang sembelihan seperti unta sapi dan kambing yang disembelih pada
hari raya Idul Adha dan hari-hari tasyriq
sebagai taqarrub kepada Allah.
Syariat Kurban Allah SWT telah mensyariatkan kurban dengan firman-Nya “Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu
ni’mat yang banyak. Maka dirikanlah salat karena Tuhanmu dan berkurbanlah.
Sesungguhnya orang-orang yang membencimu dialah yang terputus.” . “Dan telah Kami jadikan untuk kamu unta-unta
itu sebagai syiar Allah. Kamu banyak memperoleh kebaikan dari padanya maka
sebutlah nama Allah ketika kamu menyembelihnya.” . Keutamaan Kurban Dari
Aisyah ra Nabi saw bersabda “Tidak ada
suatu amalan pun yang dilakukan oleh manusia pada hari raya Kurban yang lebih
dicintai Allah SWT dari menyembelih hewan Kurban. Sesungguhnya hewan Kurban itu
kelak pada hari kiamat akan datang beserta tanduk-tanduknya bulu-bulunya dan
kuku-kukunya. Dan sesungguhnya sebelum darah Kurban itu menyentuh tanah ia
telah diterima di sisi Allah maka beruntunglah kalian semua dgn Kurban itu.”
.
Perintah menyembelih Kurban
Firman Allah SWT:
اڼااءطٻڼڬالکۏٽڕ﴿١﴾ﻓﺻﻞﻠﺭﺒﻙواﻨﺣﺭ﴿٢﴾انﺸﺎﻨﺋﻙﻫﻭاﻻﺒﺗﺭ﴿٣﴾
Artinya: ”Sesungguhnya kami memberikan kepadamu nikmat
yang banyak. Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu da berkubanlah. Sesungguhnya
orang-orang yang membenci kamu dialah yang terputus.”(QS. Al-Kautsar ayat 1-3).
B.Hukum Berkurban
Hukum Berkurban ada 3,yaitu:
- Wajib bagi yang mampu
Kurban wajib bagi yang mampu,
dijelaskan oleh firman Allah QS. Al-Kautsar ayat 1-3:
اڼااءطٻڼڬالکۏٽڕ﴿١﴾ﻓﺻﻞﻠﺭﺒﻙواﻨﺣﺭ﴿٢﴾انﺸﺎﻨﺋﻙﻫﻭاﻻﺒﺗﺭ﴿٣﴾
Artinya: ”Sesungguhnya kami
telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikan lah shalat karena
Tuhanmu dan berkubanlah. Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu dialah
yang terputus.” (QS. Al-Kautsar 1-3)
- Sunnah
Berdasarkan hadist Nabi
Muhammad SAW menjelaskan:
ﻘﺎﻞاﻤﺭﺖﺒﺎﻠﻧﺣﺭﻮﻫﻭﺴﺑﺔﻠﻛﻡ
Artinya: Nabi SAW bersabda: ”Saya
diperintah untuk menyembelih kurban dan kurban itu sunnah bagi kamu.”
- Sunnah Muakkad
Berdasarkan hadist riwayat
Daruqutni menjelaskan:
ﻜﺗﺏﻋﻝﺍﻠﻧﺣﺭﻮﻠﯾﺱﺒﻭﺍﺠﺏﻋﻟﯾﻛﻡ
Artinya: ”Diwajibkan melaksanakan
kurban bagiku dan tidak wajib atas kamu.”(HR. Daruqutni)
Sebaiknya dalam dalam melakukan qurban,
pelakunyalah yang menyembelih dan tidak mewakilkannya kepada orang lain.
Apabila ia mewakilkan kepada orang lain maka sebaiknya ia menyaksikan.
Mayoritas ulama mengatakan kurban hukumnya
sunnah, barangsiapa melaksanakannya mendapatkan pahala dan barang siapa tidak
melakukannya tidak dosa dan tidak harus qadla, meskipun ia mampu dan kaya.
kurban hukumnya sunnah kifayah kepada keluarga yang beranggotakan lebih satu
orang, apabila salah satu dari mereka telah melakukannya maka itu telah
mencukupi. Kurban menjadi sunnah ain kepada keluarga yang hanya berjumlah
satu orang. Mereka yang disunnah berkurban adalah yang mempunyai kelebihan dari
kebutuhan sehari-harinya yang kebutuhan makanan dan pakaian.
Para ulama berbeda pendapat mengenai ukuran
seseorang disunnahkan melakukan qurban. Imam Hanafi mengatakan barang siapa
mempunyai kelebihan 200 dirham atau memiliki harta senilai itu, dari kebutuhan
tinggal, pakaian dan kebutuhan dasarnya.Imam Ahmad berkata: ukuran mampu quran
adalah apabila dia bisa membelinya dengan uangnya walaupun uang tersebut
didapatkannya dari hutang yang ia mampu membayarnya. Imam Malik mengatakan
bahwa ukuran seseorang mampu qurban adalah apabila ia mempunyai kelebihan
seharga hewan qurban dan tidak memerlukan uang tersebut untuk kebutuhannya yang
mendasar selama setahun. Apabila tahun itu ia membutuhkan uang tersebut maka ia
tidak disunnahkan berqurban. Imam Syafii mengatakan: ukuran mampu adalah
apabila seseorang mempunyai kelebihan uang dari kebutuhannya dan kebutuhan
orang yang menjadi tanggungannya, senilai hewan qurban pada hari raya Idul Adha
dan tiga hari tasyriq.
Hukum memakan daging qurban yang dilakukan
untuk dirinya sendiri, apabila qurban yang dilakukan adalah nadzar maka haram
hukumnya memakan daging tersebut dan ia harus menyedekahkan semuanya. Adapun
qurban biasa, maka dagingnya dibagi tiga, sepertiga untuk dirinya dan
keluarganya, sepertiga untuk dihadiahkan dan sepertiga untuk
disedekahkan. Membagi tiga ini hukumnya sunnah dan bukan merupakan
kewajiban. Qatadah bin Nu’man meriwayatkan Rasulullah bersabda:”Dulu aku
melarang kalian memakan daging qurban selama tiga hari untuk memudahkan orang
yang datang dari jauh, tetapi aku telah menghalalkannya untuk kalian, sekarang
makanlah, janganlah menjual daging qurban dan hadyu, makanlah, sedekahkanlah
dan ambilah manfaat dari kulitnya dan janganlah menjualnya, apabila kalian
mengharapkan dagingnya maka makanlah sesuka hatimu”(H.R. Ahmad).
Dari Barra’ bin ‘Azib, bahwa paman beliau
bernama Abu Bardah menyembelih qurban sebelum sholat, lalu sampailah ihwal
tersebut kepada Rasulullah s.a.w. lalu beliau bersabda:”Barangsiapa menyembelih
sebelum sholat maka ia telah menyembelih untuk dirinya sendiri dan barang siapa
menyembelih setelah sholat maka sempurnalah ibadahnya dan sesuai dengan sunnah
(tradisi) kaum muslimin”(H.R. Bukhari dan Muslim).
Hadist Barra’ bin ‘Azib, Rasulullah s.a.w.
bersabda:”Pekerjaan yang kita mulai lakukan di hari ini (Idul Adha) adalah
sholat lalu kita pulang dan menyembelih, barangsiapa melakukannya maka telah
sesuai dengan ajaran kami, dan barangsiapa memulai dengan menyembelih maka
sesungguhnya itu adalah daging yang ia persembahkan untuk keluarganya dan tidak
ada kaitannya dengan ibadah”(H.R. Muslim).
Imam Nawawi menegaskan dalam syarah sahih
Muslim bahwa waktu penyembelihan sebaiknya setelah sholat bersama imam, dan
telah terjadi konsensus (ijma’) ulama dalam masalah ini. Ibnu Mundzir juga
menyatakan bahwa semua ulama sepakat mengatakan tidak boleh menyembelih sebelum
matahari terbit.
Adapun setelah matahari terbit, Imam Syafi’i
dll menyatakan bahwa sah menyembelih setelah matahari terbit dan setelah
tenggang waktu kira-kira cukup untuk melakukan sholat dua rakaat dan khutbah.
Apabila ia menyembelih pada waktu tersebut maka telah sah meskipun ia sholat
ied atau tidak
Menyembelih hewan qurban di malam hari hukumnya
makruh sesuai pendapat Imam Syafii. Bahkan menurut imam Malik dan Ahmad:
menyembelih pada malam hari hukumnya tidak sah dan menjadi sembelihan biasa,
bukan qurban.
Qurban juga ditujukan untuk memberi
makan jamaah haji dan penduduk Makkah yang menunaikan ibadah haji. Dalam surah
al-Hajj ditegaskan”
- 22. 34. Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (kurban), supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah direzkikan Allah kepada mereka, maka Tuhanmu ialah Tuhan Yang Maha Esa, karena itu berserah dirilah kamu kepada-Nya. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang tunduk patuh (kepada Allah).Begitu juga dijelaskan:
- 22. 27. Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus [985] yang datang dari segenap penjuru yang jauh, [985]. “Unta yang kurus” menggambarkan jauh dan sukarnya yang ditempuh oleh jemaah haji.
- 22. 28. supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan [986] atas rezki yang Allah telah berikan kepada mereka berupa binatang ternak [987]. Maka makanlah sebahagian daripadanya dan (sebahagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara dan fakir. [986]. “Hari yang ditentukan” ialah hari raya haji dan hari tasyriq, yaitu tanggal 10, 11, 12 dan 13 Dzulhijjah. [987].
- Hukumnya sah meskipun seseorang sholat ied atau tidak
- Menyembelih hewan qurban di malam hari hukumnya makruh sesuai pendapat Imam Syafii. Bahkan menurut imam Malik dan Ahmad: menyembelih pada malam hari hukumnya tidak sah dan menjadi sembelihan biasa, bukan qurban.
C.Ketentuan Kurban
a) Waktu dan Tempat Qurban
1. Waktu
Qurban dilaksanakan setelah sholat Idul Adh-ha
tanggal 10 Zulhijjah, hingga akhir hari Tasyriq (sebelum maghrib), yaitu
tanggal 13 Zulhijjah. Qurban tidak sah bila disembelih sebelum sholat Idul
Adh-ha. Sabda Nabi SAW :
"Barangsiapa menyembelih qurban sebelum
sholat Idul Adh-ha (10 Zulhijjah) maka sesungguhnya ia menyembelih untuk
dirinya sendiri. Dan barangsiapa menyembelih qurban sesudah sholat Idul Adh-ha
dan dua khutbahnya, maka sesungguhnya ia telah menyempurnakan ibadahnya
(berqurban) dan telah sesuai dengan sunnah (ketentuan) Islam." (HR.
Bukhari)
Sabda Nabi SAW :
"Semua hari tasyriq (tanggal 11, 12, dan
13 Zulhijjah) adalah waktu untuk menyembelih qurban." (HR.
Ahmad dan Ibnu Hibban)
Menyembelih qurban sebaiknya pada siang hari,
bukan malam hari pada tanggal-tanggal yang telah ditentukan itu. Menyembelih
pada malam hari hukumnya sah, tetapi makruh. Demikianlah pendapat para imam
seperti Imam Abu Hanifah, Asy Syafi'i, Ahmad, Abu Tsaur, dan jumhur ulama
(Matdawam, 1984).
Perlu dipahami, bahwa penentuan tanggal 10
Zulhijjah adalah berdasarkan ru`yat yang dilakukan oleh Amir (penguasa) Makkah,
sesuai hadits Nabi SAW dari sahabat Husain bin Harits Al Jadali RA (HR. Abu
Dawud, Sunan Abu Dawud hadits no.1991). Jadi, penetapan 10 Zulhijjah tidak
menurut hisab yang bersifat lokal (Indonesia saja misalnya), tetapi mengikuti
ketentuan dari Makkah. Patokannya, adalah waktu para jamaah haji melakukan wukuf
di Padang Arafah (9 Zulhijjah), maka keesokan harinya berarti 10 Zulhijjah bagi
kaum muslimin di seluruh dunia.
1.1 Awal waktu
Waktu untuk menyembelih kurban bisa di 'awal waktu'
yaitu setelah salat Id langsung dan tidak menunggu hingga selesai khutbah. Bila
di sebuah tempat tidak terdapat pelaksanaan salat Id, maka waktunya
diperkirakan dengan ukuran salat Id. Dan barangsiapa yang menyembelih sebelum
waktunya maka tidak sah dan wajib menggantinya .
Dalilnya adalah hadits-hadits berikut: a. Hadits Al-Bara`
bin ‘Azib radhiyallahu ‘anhu, dia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda:
مَنْ صَلَّى صَلاَتَنَا
وَنَسَكَ نُسُكَنَا فَقَدْ أَصَابَ النُّسُكَ وَمَنْ ذَبَحَ قَبْلَ أَنْ يُصَلِّيَ
فَلْيُعِدْ مَكَانَهَا أُخْرَى
“Barangsiapa yang salat seperti salat kami dan
menyembelih hewan kurban seperti kami, maka telah benar kurbannya. Dan
barangsiapa yang menyembelih sebelum salat maka hendaklah dia menggantinya
dengan yang lain.” (HR. Al-Bukhari no. 5563 dan Muslim no. 1553) Hadits senada
juga datang dari sahabat Jundub bin Abdillah Al-Bajali radhiyallahu ‘anhu
riwayat Al-Bukhari (no. 5500) dan Muslim (no. 1552).
b. Hadits Al-Bara` riwayat Al-Bukhari (no. 5556) dan
yang lainnya tentang kisah Abu Burdah radhiyallahu ‘anhu yang menyembelih
sebelum salat. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
شَاتُكَ شَاةُ لَحْمٍ
“Kambingmu adalah kambing untuk (diambil) dagingnya
saja.” Dalam lafadz lain (no. 5560) disebutkan:
وَمَنْ نَحَرَ فَإِنَّمَا هُوَ لَحْمٌ يُقَدِّمُهُ
لِأَهْلِهِ لَيْسَ مِنَ النُّسُكِ
شَيْءٌ
“Barangsiapa yang menyembelih (sebelum salat), maka itu
hanyalah daging yang dia persembahkan untuk keluarganya, bukan termasuk hewan
kurban sedikitpun.”
1.2 Akhir waktu
Waktu penyembelihan hewan kurban adalah 4 hari, hari
Iedul Adha dan tiga hari sesudahnya. Waktu penyembelihannya berakhir dengan
tenggelamnya matahari di hari keempat yaitu tanggal 13 Dzulhijjah. Ini adalah
pendapat ‘Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu, Al-Hasan Al-Bashri imam
penduduk Bashrah, ‘Atha` bin Abi Rabah imam penduduk Makkah, Al-Auza’i imam
penduduk Syam, Asy-Syafi’i imam fuqaha ahli hadits rahimahumullah. Pendapat ini
dipilih oleh Ibnul Mundzir, Ibnul Qayyim dalam Zadul Ma’ad (2/319), Ibnu Taimiyah,
Al-Lajnah Ad-Da`imah (11/406, no. fatwa 8790), dan Ibnu ‘Utsaimin dalam
Asy-Syarhul Mumti’ (3/411-412). Alasannya disebutkan oleh Ibnul Qayyim
rahimahullahu sebagai berikut: 1. Hari-hari tersebut adalah hari-hari Mina. 2.
Hari-hari tersebut adalah hari-hari tasyriq. 3. Hari-hari tersebut adalah
hari-hari melempar jumrah. 4. Hari-hari tersebut adalah hari-hari yang
diharamkan puasa padanya.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أَيَّامُ التَّشْرِيْقِ أَيَّامُ أَكْلٍ وَشُرْبٍ وَذِكْرٍ
لِلهِ تَعَالَى
“Hari-hari tasyriq adalah hari-hari
makan, minum, dan dzikir kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala.” Adapun hadits Abu
Umamah bin Sahl bin Hunaif radhiyallahu ‘anhu, dia berkata:
كَانَ الْمُسْلِمُوْنَ يَشْرِي
أَحَدُهُمُ اْلأُضْحِيَّةَ فَيُسَمِّنُهَا فَيَذْبَحُهَا بَعْدَ اْلأضْحَى آخِرَ
ذِي الْحِجَّةِ
“Dahulu kaum muslimin, salah seorang mereka membeli
hewan kurban lalu dia gemukkan kemudian dia sembelih setelah Iedul Adha di
akhir bulan Dzulhijjah.” (HR. Al-Baihaqi, 9/298) Al-Imam Ahmad rahimahullahu
mengingkari hadits ini dan berkata: “Hadits ini aneh.” Demikian yang dinukil
oleh Ibnu Qudamah dalam Syarhul Kabir (5/193). Wallahu a’lam.
1.3 Menyembelih di waktu siang
atau malam?
Tidak ada khilafiah di kalangan ulama tentang kebolehan
menyembelih kkurban di waktu pagi, siang, atau sore, berdasarkan firman Allah
Subhanahu wa Ta'ala:
وَيَذْكُرُوا اسْمَ اللهِ فِي أَيَّامٍ مَعْلُوْمَاتٍ
“Dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang
telah ditentukan.” (Al-Hajj: 28)
Mereka hanya berbeda pendapat tentang menyembelih kurban
di malam hari. Yang rajih adalah diperbolehkan, karena tidak ada dalil khusus
yang melarangnya. Ini adalah tarjih Ibnu ‘Utsaimin rahimahullahu dalam
Asy-Syarhul Mumti’ (3/413) dan fatwa Al-Lajnah Ad-Da`imah (11/395, no. fatwa
9525). Yang dimakruhkan adalah tindakan-tindakan yang mengurangi sisi
keafdhalannya, seperti kurang terkoordinasi pembagian dagingnya, dagingnya
kurang segar, atau tidak dibagikan sama sekali. Adapun penyembelihannya tidak
mengapa. Adapun ayat di atas (yang hanya menyebut hari-hari dan tidak
menyebutkan malam), tidaklah menunjukkan persyaratan, namun hanya menunjukkan
keafdhalan saja. Adapun hadits yang diriwayatkan Ath-Thabarani dalam Al-Kabir
dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma dengan lafadz:
نَهَى النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ
الذَبْحِ بِاللَّيْلِ
“Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang menyembelih
di malam hari.” Al-Haitsami rahimahullahu dalam Al-Majma’ (4/23) menyatakan:
“Pada sanadnya ada Salman bin Abi Salamah Al-Janabizi, dia matruk.” Sehingga
hadits ini dha’if jiddan (lemah sekali). Wallahu a’lam. (lihat Asy-Syarhul
Kabir, 5/194)
2. Tempat
Diutamakan, tempat penyembelihan qurban adalah
di dekat tempat sholat Idul Adh-ha dimana kita sholat (misalnya lapangan atau
masjid), sebab Rasulullah SAW berbuat demikian (HR. Bukhari). Tetapi itu tidak
wajib, karena Rasulullah juga mengizinkan penyembelihan di rumah sendiri (HR.
Muslim). Sahabat Abdullah bin Umar RA menyembelih qurban di manhar, yaitu
pejagalan atau rumah pemotongan hewan (Abdurrahman, 1990).
b) Hewan Qurban
1. Jenis Hewan
Hewan yang boleh dijadikan qurban adalah :
unta, sapi, dan kambing (atau domba). Selain tiga hewan tersebut, misalnya
ayam, itik, dan ikan, tidak boleh dijadikan qurban (Sayyid Sabiq, 1987; Al
Jabari, 1994). Allah SWT berfirman :
"...supaya mereka menyebut nama Allah
terhadap hewan ternak (bahimatul an'am) yang telah direzekikan Allah kepada
mereka." (TQS Al Hajj : 34)
Dalam bahasa Arab, kata bahimatul
an'aam (binatang ternak) hanya mencakup unta, sapi, dan kambing,
bukan yang lain (Al Jabari, 1994).
Prof. Mahmud Yunus dalam kitabnya Al Fiqh Al
Wadhih III/3 membolehkan berkurban dengan kerbau (jamus), sebab disamakan
dengan sapi.
2. Jenis Kelamin
Dalam berqurban boleh menyembelih hewan jantan
atau betina, tidak ada perbedaan, sesuai hadits-hadits Nabi SAW yang bersifat
umum mencakup kebolehan berqurban dengan jenis jantan dan betina, dan tidak
melarang salah satu jenis kelamin (Sayyid Sabiq, 1987; Abdurrahman, 1990)
3. Umur
Sesuai hadits-hadits Nabi SAW, dianggap
mencukupi, berqurban dengan kambing/domba berumur satu tahun masuk tahun kedua,
sapi (atau kerbau) berumur dua tahun masuk tahun ketiga, dan unta berumur lima
tahun (Sayyid Sabiq, 1987; Mahmud Yunus, 1936).
4. Kondisi
Hewan yang dikurbankan haruslah mulus, sehat,
dan bagus. Tidak boleh ada cacat atau cedera pada tubuhnya. Sudah dimaklumi,
qurban adalah taqarrub kepada Allah. Maka usahakan hewannya berkualitas prima
dan top, bukan kualitas sembarangan (Rifa'i et.al, 1978)
Berdasarkan hadits-hadits Nabi SAW, tidak
dibenarkan berkurban dengan hewan :
- yang nyata-nyata buta sebelah,
- yang nyata-nyata menderita penyakit (dalam keadaan sakit),
- yang nyata-nyata pincang jalannya,
- yang nyata-nyata lemah kakinya serta kurus,
- yang tidak ada sebagian tanduknya,
- yang tidak ada sebagian kupingnya,
- yang terpotong hidungnya,
- yang pendek ekornya (karena terpotong/putus) ,
- yang rabun matanya. (Abdurrahman, 1990; Al Jabari, 1994; Sayyid Sabiq. 1987).
c) Jenis dan syarat hewan untuk Kurban
Jenis-jenis binatang yang dapat
untuk kurban, syaratnya adalah:
- Domba : syaratnya telah berumur 1 tahun lebih atau sudah berganti gigi.
- Kambing : syaratnya telah berumur 2 tahun atau lebih.
- Sapi atau Kerbau : syaratnya yelah berumur 2 tahun atau lebih.
- Unta : syaratnya telah berumur 5 tahun atau lebih.
Sebaiknya berkurban dengan
binatang yang mulus dan gemuk serta tidak cacat, tidak seperti:
·
Jelas-jelas sakit
·
Sangat kurus
·
Sebelah matanya tidak berfungsi
atau keduanya
·
Pincang
·
Putus telinga
·
Putus ekor
·
Dst
Syarat-syarat hewan Kurban
- Hewan yang dijadikan untuk kurban hendaklah hewan jantan yang sehat, bagus, bersih, tidak ada cacat seperti buta, pincang, sangat kurus, tidak terpotong telinganya sebelah atau ekornya terpotong dan sebagainya.
- Hewan yang dikurban
Syarat dan waktu melaksanakan
Kurban :
1. Orang yang berkurban beragama
Islam
2. Dilaksanakan pada bulan
Zulhijah
3. Waktu penyembelihan kurban pada
tanggal 10 Zulhijah setelah shalat hari raya Idul Adha, dilanjutkan pada hari
tasyriq, yaitu tanggal 11, 12 dan tanggal 13 Zulhijah sampai terbenam matahari.
D.Cara penyembelihan dan do`a
berkurban
Tata cara menyembelih hewan ada 2:
Nahr [arab: نحر], menyembelih hewan dengan melukai bagian tempat kalung (pangkal
leher). Ini adalah cara menyembelih hewan unta.
Allah berfirman,
وَالْبُدْنَ جَعَلْنَاهَا لَكُم مِّن شَعَائِرِ الله لَكُمْ فِيهَا
خَيْرٌ فَاذْكُرُوا اسْمَ الله عَلَيْهَا صَوَافَّ فَإِذَا وَجَبَتْ جُنُوبُهَا
فَكُلُوا
Telah Kami jadikan untuk kamu unta-unta
itu bagian dari syiar Allah, kamu memperoleh kebaikan yang banyak padanya, maka
sebutlah nama Allah ketika kamu menyembelihnya dalam keadaan berdiri (dan telah
terikat). Kemudian apabila telah roboh (mati), maka makanlah… (QS. Al Haj: 36)
Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma menjelaskan ayat di atas, (Untanya) berdiri dengan tiga kaki,
sedangkan satu kaki kiri depan diikat. (Tafsir Ibn Katsir untuk ayat ini)
Dari Jabir bin Abdillah radhiallahu ‘anhuma, beliau mengatakan, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat menyembelih unta dengan posisi kaki kiri depan
diikat dan berdiri dengan tiga kaki sisanya. (HR. Abu daud dan disahihkan
Al-Albani).
Dzabh [arab: ذبح], menyembelih hewan dengan melukai bagian leher paling atas
(ujung leher). Ini cara menyembelih umumnya binatang, seperti kambing, ayam,
dst.
Pada bagian ini kita akan
membahas tata cara Dzabh, karena Dzabh inilah menyembelih yang dipraktikkan di
tempat kita -bukan nahr-.
Beberapa adab yang perlu diperhatikan:
1.Hendaknya yang menyembelih adalah shohibul kurban sendiri, jika dia mampu. Jika tidak maka bisa
diwakilkan orang lain, dan shohibul kurban disyariatkan untuk ikut
menyaksikan.
2. Gunakan pisau yang setajam mungkin. Semakin tajam, semakin baik.
Ini berdasarkan hadis dari Syaddad bin Aus radhiallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ اللَّهَ كَتَبَ الإِحْسَانَ عَلَى كُلِّ شَىْءٍ فَإِذَا
قَتَلْتُمْ فَأَحْسِنُوا الْقِتْلَةَ وَإِذَا ذَبَحْتُمْ فَأَحْسِنُوا الذَّبْح وَ
ليُحِدَّ أَحَدُكُمْ شَفْرَتَهُ فَلْيُرِحْ ذَبِيحَتَهُ
“Sesungguhnya Allah mewajibkan
berbuat ihsan dalam segala hal. Jika kalian membunuh maka bunuhlah dengan ihsan,
jika kalian menyembelih, sembelihlah dengan ihsan. Hendaknya kalian mempertajam
pisaunya dan menyenangkan sembelihannya.” (HR. Muslim).
3. Tidak mengasah pisau dihadapan hewan yang akan disembelih.
Karena ini akan menyebabkan dia ketakutan sebelum disembelih. Berdasarkan hadis
dari Ibnu Umar radhiallahu ‘anhuma,
أَمَرَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِحَدِّ
الشِّفَارِ ، وَأَنْ تُوَارَى عَنِ الْبَهَائِمِ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk mengasah pisau, tanpa memperlihatkannya
kepada hewan.” (HR. Ahmad, Ibnu Majah ).
Dalam riwayat yang lain,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melewati seseorang yang meletakkan kakinya di leher
kambing, kemudian dia menajamkan pisaunya, sementar binatang itu melihatnya.
Lalu beliau bersabda (artinya): “Mengapa engkau tidak menajamkannya sebelum ini
?! Apakah engkau ingin mematikannya sebanyak dua kali?!.” (HR. Ath-Thabrani
dengan sanad sahih).
4. Menghadapkan hewan ke arah kiblat.
Disebutkan dalam Mausu’ah Fiqhiyah:
Hewan yang hendak disembelih dihadapkan ke kiblat pada posisi tempat organ yang akan disembelih (lehernya) bukan wajahnya. Karena itulah arah untuk mendekatkan diri kepada Allah. (Mausu’ah Fiqhiyah Kuwaitiyah, 21:196).
Dengan demikian, cara yang tepat untuk menghadapkan hewan ke arah kiblat ketika menyembelih adalah dengan memosisikan kepala di Selatan, kaki di Barat, dan leher menghadap ke Barat.
Disebutkan dalam Mausu’ah Fiqhiyah:
Hewan yang hendak disembelih dihadapkan ke kiblat pada posisi tempat organ yang akan disembelih (lehernya) bukan wajahnya. Karena itulah arah untuk mendekatkan diri kepada Allah. (Mausu’ah Fiqhiyah Kuwaitiyah, 21:196).
Dengan demikian, cara yang tepat untuk menghadapkan hewan ke arah kiblat ketika menyembelih adalah dengan memosisikan kepala di Selatan, kaki di Barat, dan leher menghadap ke Barat.
5. Membaringkan hewan di atas lambung sebelah kiri.
Imam An-Nawawi mengatakan,
Terdapat beberapa hadis tentang membaringkan hewan (tidak disembelih dengan berdiri, pen.) dan kaum muslimin juga sepakat dengan hal ini. Para ulama sepakat, bahwa cara membaringkan hewan yang benar adalah ke arah kiri. Karena ini akan memudahkan penyembelih untuk memotong hewan dengan tangan kanan dan memegangi leher dengan tangan kiri. (Mausu’ah Fiqhiyah Kuwaitiyah, 21:197).
Imam An-Nawawi mengatakan,
Terdapat beberapa hadis tentang membaringkan hewan (tidak disembelih dengan berdiri, pen.) dan kaum muslimin juga sepakat dengan hal ini. Para ulama sepakat, bahwa cara membaringkan hewan yang benar adalah ke arah kiri. Karena ini akan memudahkan penyembelih untuk memotong hewan dengan tangan kanan dan memegangi leher dengan tangan kiri. (Mausu’ah Fiqhiyah Kuwaitiyah, 21:197).
Penjelasan yang sama juga
disampaikan Syekh Ibnu Utsaimin. Beliau mengatakan, “Hewan yang hendak
disembelih dibaringkan ke sebelah kiri, sehingga memudahkan bagi orang yang
menyembelih. Karena penyembelih akan memotong hewan dengan tangan kanan,
sehingga hewannya dibaringkan di lambung sebelah kiri. (Syarhul Mumthi’, 7:442).
6. Menginjakkan kaki di leher hewan. Sebagaimana disebutkan dalam
hadis dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu, beliau mengatakan,
ضحى رسول الله صلّى الله عليه وسلّم بكبشين أملحين، فرأيته واضعاً
قدمه على صفاحهما يسمي ويكبر
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkurban dengan dua ekor domba. Aku lihat beliau meletakkan
meletakkan kaki beliau di leher hewan tersebut, kemudian membaca basmalah ….
(HR. Bukhari dan Muslim).
7. Bacaan ketika hendak menyembelih.
Beberapa saat sebelum menyembelih, harus membaca basmalah. Ini hukumnya wajib, menurut pendapat yang kuat. Allah berfirman,
Beberapa saat sebelum menyembelih, harus membaca basmalah. Ini hukumnya wajib, menurut pendapat yang kuat. Allah berfirman,
وَ لاَ تَأْكُلُواْ مِمَّا لَمْ
يُذْكَرِ اسْمُ الله عَلَيْهِ وَإِنَّهُ لَفِسْقٌ..
Janganlah kamu memakan
binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya.
Sesungguhnya perbuatan yang semacam itu adalah suatu kefasikan. (QS. Al-An’am: 121).
8. Dianjurkan untuk membaca takbir (Allahu akbar) setelah membaca
basmalah
Dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menyembelih dua ekor domba bertanduk,…beliau sembelih dengan tangannya, dan baca basmalah serta bertakbir…. (HR. Al Bukhari dan Muslim).
Dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menyembelih dua ekor domba bertanduk,…beliau sembelih dengan tangannya, dan baca basmalah serta bertakbir…. (HR. Al Bukhari dan Muslim).
9. Pada saat menyembelih dianjurkan menyebut nama orang yang jadi
tujuan dikurbankannya herwan tersebut.
Dari Jabir bin Abdillah radhiallahu ‘anhuma, bahwa suatu ketika didatangkan seekor domba. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyembelih dengan tangan beliau. Ketika menyembelih beliau mengucapkan, ‘bismillah wallaahu akbar, ini kurban atas namaku dan atas nama orang yang tidak berkurban dari umatku.’” (HR. Abu Daud, At-Turmudzi dan disahihkan Al-Albani).
Setelah membaca bismillah Allahu akbar, dibolehkan juga apabila disertai dengan bacaan berikut:
hadza minka wa laka.” (HR. Abu Dawud, no. 2795) Atau
hadza minka wa laka ’anni atau ’an fulan (disebutkan nama shohibul kurban). Jika yang menyembelih bukan shohibul kurban atau
Berdoa agar Allah menerima kurbannya dengan doa, ”Allahumma taqabbal minni atau min fulan (disebutkan nama shohibul kurban).” [1]
Dari Jabir bin Abdillah radhiallahu ‘anhuma, bahwa suatu ketika didatangkan seekor domba. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyembelih dengan tangan beliau. Ketika menyembelih beliau mengucapkan, ‘bismillah wallaahu akbar, ini kurban atas namaku dan atas nama orang yang tidak berkurban dari umatku.’” (HR. Abu Daud, At-Turmudzi dan disahihkan Al-Albani).
Setelah membaca bismillah Allahu akbar, dibolehkan juga apabila disertai dengan bacaan berikut:
hadza minka wa laka.” (HR. Abu Dawud, no. 2795) Atau
hadza minka wa laka ’anni atau ’an fulan (disebutkan nama shohibul kurban). Jika yang menyembelih bukan shohibul kurban atau
Berdoa agar Allah menerima kurbannya dengan doa, ”Allahumma taqabbal minni atau min fulan (disebutkan nama shohibul kurban).” [1]
Catatan: Bacaan takbir dan menyebut nama sohibul kurban hukumnya
sunnah, tidak wajib. Sehingga kurban tetap sah meskipun ketika menyembelih
tidak membaca takbir dan menyebut nama sohibul kurban.
10. Disembelih dengan cepat untuk meringankan apa yang dialami hewan
kurban.
Sebagaimana hadis dari Syaddad bin Aus di atas.
Sebagaimana hadis dari Syaddad bin Aus di atas.
11. Pastikan bahwa bagian tenggorokan, kerongkongan, dua urat leher
(kanan-kiri) telah pasti terpotong.
Syekh Abdul Aziz bin Baz menyebutkan bahwa penyembelihan yang sesuai syariat itu ada tiga keadaan (dinukil dari Salatul Idain karya Syekh Sa’id Al-Qohthoni):
Syekh Abdul Aziz bin Baz menyebutkan bahwa penyembelihan yang sesuai syariat itu ada tiga keadaan (dinukil dari Salatul Idain karya Syekh Sa’id Al-Qohthoni):
1.
Terputusnya tenggorokan, kerongkongan, dan dua urat leher. Ini
adalah keadaan yang terbaik. Jika terputus empat hal ini maka sembelihannya
halal menurut semua ulama.
2.
Terputusnya tenggorokan, kerongkongan, dan salah satu urat
leher. Sembelihannya benar, halal, dan boleh dimakan, meskipun keadaan ini
derajatnya di bawah kondisi yang pertama.
3.
Terputusnya tenggorokan dan kerongkongan saja, tanpa dua urat
leher. Status sembelihannya sah dan halal, menurut sebagian ulama, dan merupakan
pendapat yang lebih kuat dalam masalah ini. Dalilnya adalah sabda Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam,
ما أنهر الدم وذكر اسم الله عليه
فكل، ليس السن والظفر
“Selama mengalirkan darah dan
telah disebut nama Allah maka makanlah. Asal tidak menggunakan gigi dan kuku.” (HR. Al Bukhari dan Muslim).
12. Sebagian ulama menganjurkan agar membiarkan kaki kanan bergerak,
sehingga hewan lebih cepat meregang nyawa.
Imam An-Nawawi mengatakan, “Dianjurkan untuk membaringkan sapi dan kambing ke arah kiri. Demikian keterangan dari Al-Baghawi dan ulama Madzhab Syafi’i. Mereka mengatakan, “Kaki kanannya dibiarkan…(Al-Majmu’ Syarh Muhadzab, 8:408)
Imam An-Nawawi mengatakan, “Dianjurkan untuk membaringkan sapi dan kambing ke arah kiri. Demikian keterangan dari Al-Baghawi dan ulama Madzhab Syafi’i. Mereka mengatakan, “Kaki kanannya dibiarkan…(Al-Majmu’ Syarh Muhadzab, 8:408)
13. Tidak boleh mematahkan leher sebelum hewan benar-benar mati.
Para ulama menegaskan, perbuatan semacam ini hukumnya dibenci. Karena akan semakin menambah rasa sakit hewan kurban. Demikian pula menguliti binatang, memasukkannya ke dalam air panas dan semacamnya. Semua ini tidak boleh dilakukan kecuali setelah dipastikan hewan itu benar-benar telah mati.
Para ulama menegaskan, perbuatan semacam ini hukumnya dibenci. Karena akan semakin menambah rasa sakit hewan kurban. Demikian pula menguliti binatang, memasukkannya ke dalam air panas dan semacamnya. Semua ini tidak boleh dilakukan kecuali setelah dipastikan hewan itu benar-benar telah mati.
Dinyatakan dalam Fatawa Syabakah Islamiyah, “Para ulama menegaskan makruhnya memutus kepala ketika
menyembalih dengan sengaja. Khalil bin Ishaq dalam Mukhtashar-nya untuk Fiqih Maliki, ketika menyebutkan hal-hal yang
dimakruhkan pada saat menyembelih, beliau mengatakan,
وتعمد إبانة رأس
“Diantara yang makruh adalah
secara sengaja memutus kepala” (Fatawa Syabakah Islamiyah, no. 93893).
Pendapat yang kuat bahwa hewan yang putus kepalanya ketika disembelih hukumnya halal.
Imam Al-Mawardi –salah satu ulama Madzhab Syafi’i– mengatakan, “Diriwayatkan dari Imran bin Husain radhiallahu ‘anhu, bahwa beliau ditanya tentang menyembelih burung sampai putus lehernya? Sahabat Imran menjawab, ‘boleh dimakan.”
Imam Syafi’i mengatakan,
Pendapat yang kuat bahwa hewan yang putus kepalanya ketika disembelih hukumnya halal.
Imam Al-Mawardi –salah satu ulama Madzhab Syafi’i– mengatakan, “Diriwayatkan dari Imran bin Husain radhiallahu ‘anhu, bahwa beliau ditanya tentang menyembelih burung sampai putus lehernya? Sahabat Imran menjawab, ‘boleh dimakan.”
Imam Syafi’i mengatakan,
فإذا ذبحها فقطع رأسها فهي ذكية
“Jika ada orang menyembelih, kemudian
memutus kepalanya maka statusnya sembelihannya yang sah” (Al-Hawi Al-Kabir, 15:224).
Allahu a’lam.
Hikmah dari Kurban :
1.
Menambah cintanya kepada Allah
SWT
2.
Akan menambah keimanannya
kepada Allah SWT
3.
Dengan berkurban, berarti
seseorang telah bersyukur kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia yang
telah dilimpahkan pada dirinya.
4.
Dengan berkurban, berarti
seseorang telah berbakti kepada orang lain, dimana tolong menolong, kasih
mengasihi dan rasa solidaritas dan toleransi memang dianjurkan oleh agama
Islam.
E.Dalil Qurban dalam
Al-Qur’an
Allah telah mensyariatkan qurban sebagaimana firman-Nya:
إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ * فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ * إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْأَبْتَرُ
Sesungguhnya, Kami telah memberimu (Muhammad) nikmat yang banyak. Maka laksanakanlah shalat karena Tuhanmu, dan berqurbanlah. Sungguh, orang-orang yang membencimu adalah orang-orang yang terputus. (QS. Al-Kautsar : 1-3)
وَالْبُدْنَ جَعَلْنَاهَا لَكُمْ مِنْ شَعَائِرِ اللَّهِ لَكُمْ فِيهَا خَيْرٌ فَاذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ
Dan unta-unta itu Kami jadikan untukmu bagian dari syiar agama Allah, kamu banyak memperoleh kebaikan padanya. Maka sebutlah nama Allah (ketika kamu akan menyembelihnya)… (QS. Al-Hajj : 36)
Maksud kata nahr adalah penyembelihan binatang qurban sebagaimana keterangan dalam sebuah hadits bahwa Nabi SAW melakukan ibadah qurban dan begitu juga kaum muslimin. Para ulama telah sepakat (ijma’) akan pensyariatannya.
F.Keutamaan Qurban
Sebuah riwayat dari Aisyah r.a., Nabi SAW telah bersabda,
مَا عَمِلَ آدَمِىٌّ مِنْ عَمَلٍ يَوْمَ النَّحْرِ أَحَبَّ إِلَى اللَّهِ مِنْ إِهْرَاقِ الدَّمِ إِنَّهَا لَتَأْتِى يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِقُرُونِهَا وَأَشْعَارِهَا وَأَظْلاَفِهَا وَإِنَّ الدَّمَ لَيَقَعُ مِنَ اللَّهِ بِمَكَانٍ قَبْلَ أَنْ يَقَعَ مِنَ الأَرْضِ فَطِيبُوا بِهَا نَفْسًا
Tidak ada amalan yang diperbuat manusia pada hari raya qurban yang lebih dicintai oleh Allah selain menyembelih hewan. Sesungguhnya hewan qurban itu kelak pada hari kiamat akan datang beserta tanduk-tanduknya, bulu-bulu dan kuku-kukunya. Sesungguhnya sebelum darah qurban itu mengalir ke tanah, pahalanya telah diterima di sisi Allah. Maka tenangkanlah jiwa dengan berqurban. (HR. Tirmidzi)
BAB III
Penutup
A.Kesimpulan
Kurban berasal dari bahasa Arab yaitu
al-udhhiyyah dan adh-dhahiyyah yang berarti binatang sembelihan seperti unta
sapi dan kambing yang disembelih pada hari raya Idul Adha dan hari-hari tasyriq sebagai taqarrub kepada Allah. Syariat Kurban
Allah SWT telah mensyariatkan kurban dengan firman-Nya “Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu ni’mat yang banyak
Awal waktu menyembelih adalah setelah salat Idul Adha bagi orang yang tidak bepergian, sedangkan bagi orang yang sedang safar (bepergian) maka mereka memperkirakan waktu dimana kaum Muslimin telah selesai mengerjakan shalat Idul Adha.
Awal waktu menyembelih adalah setelah salat Idul Adha bagi orang yang tidak bepergian, sedangkan bagi orang yang sedang safar (bepergian) maka mereka memperkirakan waktu dimana kaum Muslimin telah selesai mengerjakan shalat Idul Adha.
Akhir waktu menyembelih terdapat dua pendapat dari kalangan Ulama, pendapat pertama ketika matahari terbenam pada tanggal 12 Dzulhijjah dan pendapat kedua ketika matahari terbenam pada tanggal 13 Dzulhijjah. Dalil dari pendapat kedua memakai ayat “Agar mereka mengingat Allah pada hari-hari yang telah ditentukan”. Pada ayat ini disebutkan hari-hari (ayyaamin) dalam bentuk jamak. Dalam bahasa Arab kata jamak memiliki jumlah minimal tiga. Dan ini pendapat yang dipilih kebanyakan ulama pada masa ini. Akan tetapi apabila memilih untuk berhati-hati dengan memilih batas akhir tanggal 12 maka hal ini juga diperbolehkan karena tidak terdapat riwayat yang kuat dari sahabat yang menunjukkan mereka menyembelih pada tanggal 13 Dzulhijjah.
Kata penutup
Demikianlah makalah yang saya telah saya paparkan. Terimakasih
bapak/ibu guru, orang tua saya serta peran teman temanku yang telah mambantu
dalam proses pembuatan makalah ini.
Dalam
makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, kerena
terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada
hubungannya dengan judul makalah ini.
Saya banyak berharap para pembaca yang budiman dusi memberikan kritik dan saran yang membangun kepada saya demi sempurnanya makalah ini dan dan penulisan makalah di kesempatan-kesempatan berikutnya. Semoga makalah ini berguna bagi penulis pada khususnya juga para pembaca yang budiman pada umumnya.
Saya banyak berharap para pembaca yang budiman dusi memberikan kritik dan saran yang membangun kepada saya demi sempurnanya makalah ini dan dan penulisan makalah di kesempatan-kesempatan berikutnya. Semoga makalah ini berguna bagi penulis pada khususnya juga para pembaca yang budiman pada umumnya.
Daftar Pustaka
2.
http://www.bersamadakwah.com/2010/11/definisi-dalil-dan-keutamaan-qurban.html/
5.
http://id.wikipedia.org/wiki/Kurban_(Islam)
Lampiran – lampiran